"Keberadaan guru masih menjadi komoditas politik penguasa daerah, utamanya saat pemilihan kepala daerah," kata Sulistiyo, di Kendari, saat membawakan materi
dalam seminar pendidikan nasional, yang diselenggarakaan PGRI Kota Kendari, Minggu (1/5).
Dalam seminar yang juga didukung Dewan Pendidikan Daerah itu ia mengatakan fenomena yang terjadi selama ini, guru dijadikan objek politik oleh bupati atau wali kota yang sedang menjabat dengan cara dijadikan tim sukses untuk calon kepala daerah.
"Guru yang ketahuan tidak mendukung kepala daerah yang sedang menjabat saat itu, maka akan dimutasi tanpa ada alasan jelas," kata Sulistiyo.
Kondisi itu katanya, menjadikan guru tidak bisa konsen menjalankan profesinya sebagai pendidik karena setiap saat harus selalu menunjukan loyalitas terhadap kepala daerah atau bupati/wali kota di wilayahnya.
Untuk itu, agar para guru ini tidak menjadi komoditas politik penguasa, harus memiliki organisasi profesi yang kuat melalui PGRI di daerah masing-masing.
"Agar kita tidak mudah dikuasai dan dimanfaatkan, kita harus kuat melalui wadah PGRI. Kita harus menunjukan kekompakan kita kepada siapa pun," ujarnya.
Menurut Sulistiyo, banyaknya permasalahan pendidikan di Indonesia saat ini karena ulah para penguasa dan politisi, karena itu keberadaan PGRI dituntut untuk memperjuangkan tujuan dari pendidikan itu dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
"Mutu pendidikan saat ini turun karena dikelolah orang yang tidak ahli, banyak kepala dinas pendidikan di daerah tidak kompeten, tetapi mereka menjadi kepala dinas hanya karena menjadi tim sukses penguasa," katanya.
Dalam kegiatan sehari ini, juga menampilkan pembicara dari wakil ketua DPD RI, Laode Ida, dan Ketua Dewan Pengawas Pendidikan Sultra, Prof Abdullah Alhadza, dengan peserta berasal dari pengurus PGRI Sultra dan pengurus PGRI kabupaten/kota se-Sultra. (Ant/ian)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar