Jumat, 18 Oktober 2013

Professional Medical Representative

Stres Picu Kebiasaan Buruk dan Ketegangan di Tempat Kerja

Kantor Anda sangat gaduh sehingga suasana kerja menjadi terganggu? Jangan buru-buru salahkan mereka yang bicara keras-keras, memain-mainkan pulpen di meja atau memencet-mencet kibor komputer keras-keras. Kalau pun semua itu terjadi, waspadailah sebagai manifestasi dari stres yang sedang melanda karyawan.

Menurut hasil survei yang dilakukan Ceredian LifeWorks di Minneapolis, AS perilaku individu yang cenderung bersifat berisik dan mengganggu di tempat kerja berakar dari stres.

Lembaga penyedia jasa program-program asistensi karyawan dan solusi kesehatan dan produktivitas tersebut melakukan jajak pendapat untuk mencari penyebab munculnya ketegangan di antara para karyawan.

Digolongkan dalam perilaku yang mengganggu di tempat kerja: pergi begitu saja dari pembicaraan, keluar kantor tanpa alasan jelas ketika sedang banyak pekerjaan, teriak berkali-kali mengingatkan deadline yang sudah dekat, mondar-mandir, memain-mainkan pulpen, meniup-niup permen karet sehingga menimbulkan bunyi, memencet kibor keras-keras dan mengendus-endus atau mendengus terus-menerus.

"Meskipun kebiasaan-kebiasaan seperti itu bagus untuk bahan komedi situasi dengan judul "The Office" , perusahaan perlu memahami manajemen stres untuk menghentikan perilaku yang menyebabkan terganggunya semangat kerja, produktivitas dan komunikasi," ujar VP Senior Ceridian LifeWorks Zachary Meyer.

Lebih jauh, Pendiri dan Presidan Rich Leadership Gary Rich mengidentifikasi adanya empat kondisi yang bisa muncul di tempat kerja akibat stres karyawan. Yakni, tekanan waktu, ketidakmampuan untuk perform, harapan-harapan yang tak terpenuhi dan minimnya kontrol terhadap hal-hal yang mempengaruhi lingkungan kerja.

Menurut VP Kompensasi dan Benefit Healthways Inc. Keith Braly, stres tidak hanya melanda karyawan menurut generasinya (Gen X, Y, baby boomer), melainkan juga terkait dengan jenis industri, budaya perusahaan dan daur-hidup perusahaan. Sehingga, pemicu stres antara satu karyawan dengan karyawan lain berbeda.

"Sering para manajer sendiri merupakan sumber dari stres karyawan," tambah Rich seraya menyebut, hal itu terjadi karena manajer berada dalam tekanan kerja yang tinggi, dikejar target, memastikan tersedianya sumber daya, memastikan karyawan telah memiliki skill yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan.

Dengan semua beban itu, manajerlah yang sering melakukan serangkaian kegaduhan, seperti memain-mainkan pulpen dan sebagainya. Oleh karenanya, tandas Rich, sebelum berusaha mengatasi stres karyawan, manajer perlu melakukan kontrol terhadap dirinya sendiri. Keith Braly mengatakan, seorang manajer idealnya mampu memahami stres karyawan, mendengarkan mereka dengan sabar untuk memahami apa yang mereka butuhkan. "Manajer harus memiliki skill yang efektif untuk bisa deal dengan isu-isu hubungan karyawan," tambah dia.

Salah satu teknik yang diajukan Braly, yang menurutnya efektif, adalah mengembangkan sebuah pendekatan yang berorientasi tim. "Penting untuk menciptakan lingkungan yang memberdayakan karyawan untuk berbagi perhatian secara terbuka satu sama lain." Program coaching kesehatan juga disebut sebagai cara penanganan stres yang efektif.

Kembali ke survei Ceridian, lebih dari separo (52%) responden mengatakan, program stres manajemen efektif menurunkan tingkat stres mereka. Sedangkan 40% mengatakan, kemampuan mereka untuk "berdamai" ; dengan stres meningkat, dan lebih dari 70% mengaku tak lagi sakit kepala, insomnia, sakit perut dan gangguan-gangguan lain akibat stres, setelah adanya program manajemen stres dari perusahaan.

Be Positive and Be Grateful !

Mohamad "Bear" Yunus
"Pikiran dan Tubuh adalah SATU"

tekad sekolahku


Belajar Bhs.Inggris OL

Liris

ArsipBlogq