Sungut-sungut
Senin, 14 Maret 2011 , 21:23:00
JAKARTA—Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) mengakui jika tingginya pungutan biaya pendidikan di sekolah berstatus Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) disebabkan adanya kesalahan di dalam Permendiknas No 78 tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan SBI pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan dan Inovasi Pendidikan Balitbang Kemendiknas Hendarman mengatakan, pengelola RSBI menganggap legal pungutan yang besar kepada setiap orang tua siswa itu, dengan dalih adanya pasal 16 bab III Permendiknas tersebut yang berbunyi, “Kesediaan membayar pungutan untuk menutupi kekurangan biaya diatas standar pembiayaan pendidikan, kecuali bagi peserta didik dari orang tua yang tidak mampu secara ekonomi”.
“Padahal persyaratan penerimaan siswa yang lain seperti akte lahir, tes minat dan bakat, surat keterangan sehat dan sebagainya sudah sesuai peraturan. Namun adanya pasal inilah yang membuat adanya RSBI ini menjadi masalah,” terang Hendarman ketika ditemui di Gedung Kemdiknas, Jakarta, Senin (14/3).
Dengan kondisi demikian, pihak Kemdiknas tidak menutup kemungkinan akan melakukan revisi terhadap Permendiknas mengenai RSBI tersebut. “Akan tetapi sebelum melakukan revisi, lanjut Hendarman, dalam waktu dekat Kemdiknas akan mengundang perwakilan orang tua, komite sekolah, kepala sekolah dan Ikatan Guru Indonesia (IGI) untuk membahas penyusunan daraft revisi Permendiknas RSBI.
“Pembahasan nanti akan difokuskan pada penentuan indikator peningkatan status dari RSBI ke Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), mekanisme penerimaan siswa RSBI, dan termasuk juga pungutan biaya pendidikan di RSBI. Nanti semuanya akan dibahas,” tukasnya.
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, pungutan yang dilakukan bervariasi antara Rp 400 ribu hingga belasan juta rupiah. Selain itu, kemampuan bahasa Inggris guru RSBI juga masih rendah. “Sekitar 60 persen guru RSBI kemampuan bahasa Inggrisnya masih masuk kelas menengah ke bawah. Mereka tidak mengerti bahasa Inggris namun disuruh mengajar dalam bahasa tersebut. Jadinya pengetahuan yang ditransfer ke siswa salah,” paparnya. (cha/jpnn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar